Pemprov Banten Perkuat Pencegahan Korupsi Melalui IPKD MCSP 2025

Banten, Berita14 Dilihat

SketsaIndonesia.co.id, Banten – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten memperkuat pencegahan korupsi melalui penerapan Indeks Pencegahan Korupsi Daerah Monitoring, Controlling, Surveillance for Prevention (IPKD MCSP) 2025 dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Keberhasilan atas upaya pencegahan korupsi di Pemprov Banten tahun 2025 akan nampak dalam indeks di maksud.

Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Banten EA Deni Hermawan saat memimpin Rapat Monitoring dan Evaluasi MCSP di Pendopo Gubernur Banten, KP3B Curug, Kota Serang, Kamis (4/9/2025), menekankan pentingnya percepatan langkah nyata di tiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Deni mengingatkan, delapan area perubahan yang menjadi indikator pencegahan korupsi sudah memiliki penanggung jawab masing-masing OPD. Dirinya meminta agar Inspektorat Daerah Provinsi Banten segera mendistribusikan dokumen hasil evaluasi kepada OPD pengampu dan setiap OPD segera menindaklanjutinya.

“Ini bukan hanya komitmen Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur, tetapi komitmen kita semua. Indikator yang belum dipenuhi harus segera dituntaskan sesuai dengan agenda pemenuhannya , dan yang lebih penting lagi, bukan hanya selesai di atas kertas, tetapi juga bagaimana implementasinya di lapangan,” tegas Deni.

Dengan langkah ini, Pemprov Banten berharap penerapan IPKD MCSP 2025 dapat memperkuat budaya integritas, meningkatkan kepercayaan publik, serta mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani.

Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Provinsi Banten, Sitti Ma’ani Nina menjelaskan, IPKD MCSP hadir sebagai instrumen perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) agar tata kelola pemerintahan daerah semakin transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi.

“MCSP bukan sekadar menghasilkan skor atau penilaian, tetapi mendorong terbentuknya ekosistem antikorupsi di Provinsi Banten. Melalui MCSP setiap perangkat daerah dapat menjalankan tugas sesuai aturan serta menutup celah terjadinya penyimpangan,” ujar Nina.

Dijelaskan, penerapan MCSP 2025 berlandaskan sejumlah regulasi, di antaranya Surat KPK mengenai pedoman penilaian MCSP serta Keputusan Gubernur Banten Nomor 273 dan 276 Tahun 2025 tentang Rencana Aksi dan Tim Pelaksana Pencegahan Korupsi Daerah. Penerapan IPKD MCSP juga merupakan tindak lanjut dari Komitmen Antikorupsi yang ditandatangani oleh Gubernur Banten, Ketua DPRD Provinsi Banten, dan Pimpinan KPK pada 10 Juli 2025 lalu.

“Setiap kepala perangkat daerah wajib memastikan perencanaan dan penganggaran APBD bebas dari intervensi, memperkuat pengawasan, serta mengutamakan kepentingan publik,” tegasnya.

Menurut Nina, keberhasilan IPKD MCSP tidak hanya diukur dari capaian nilai, melainkan juga dari terbangunnya budaya birokrasi yang berintegritas.

“Kami (Pemprov Banten, red.) terus berupaya membentuk integritas sebagai fondasi utama pembangunan menuju masyarakat Banten sejahtera,” tutupnya.

Nina mengungkapkan, hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2024 menempatkan Provinsi Banten di posisi ke-11 dari 32 pemerintah provinsi dengan indeks agregat 71,21. Menurutnya, capaian ini harus terus diperbaiki dan  ditingkatkan secara signifikan sampai posisi terjaga.

“Hasil SPI 2024 memang meningkat dari tahun sebelumnya, namun masih menunjukkan adanya potensi kerentanan integritas di lingkungan Pemprov Banten. Oleh karena itu, tindak lanjut hasil survei menjadi penting untuk mendorong budaya antikorupsi,” tegasnya.

Dikatakan, untuk menindaklanjuti SPI 2024, Pemprov Banten telah menyiapkan Rencana Aksi Pencegahan Korupsi Daerah/MCSP 2025.  Rencana aksi tersebut mencakup 8 area intervensi yang meliputi : tujuan pencegahan korupsi,  siapa penanggung jawabnya, dokumen kelengkapan serta waktu pelaksanaan nya.

“Tujuan akhirnya adalah membangun budaya integritas di seluruh jajaran Pemprov Banten. Tidak hanya mengandalkan sanksi, tapi juga membiasakan aparatur untuk bekerja secara jujur, transparan, dan akuntabel,” kata Nina.

Ditambahkan, Pemprov Banten berkomitmen melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan media dalam proses pengawasan publik. “Kolaborasi menjadi kunci. Semakin terbuka ruang partisipasi masyarakat, semakin kuat upaya kita mencegah praktik korupsi,” pungkasnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *