SketsaIndonesia.co.id, Banten –
Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) resmi melakukan penataan ulang blok pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Banten. Langkah strategis ini diambil untuk memperkuat tata kelola kawasan konservasi seluas 2.471,51 hektare yang membentang di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang.
Penataan ulang ini dilakukan lantaran kondisi kawasan telah mengalami banyak perubahan sejak penetapan blok sebelumnya pada 2016. DLHK mengidentifikasi berbagai dinamika baru di lapangan, mulai dari bertambahnya permukiman, aktivitas pemanfaatan tradisional masyarakat, meningkatnya potensi wisata dan jasa lingkungan, keberadaan situs religi-budaya, hingga perubahan fungsi kawasan dari hutan produksi menjadi area konservasi.
Kepala Dinas DLHK Provinsi Banten, Dr. Wawan Gunawan, S.Sos., M.Si., menegaskan bahwa langkah ini merupakan kebutuhan mendesak untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan kawasan.
“Perubahan dinamika kawasan menuntut penyesuaian kebijakan. Penataan blok ini menjadi dasar agar setiap aktivitas pemanfaatan tetap selaras dengan prinsip konservasi. Kita ingin Tahura Banten tetap lestari, terjaga, dan memberi manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Dalam penataan terbaru, Tahura Banten kini terbagi menjadi tujuh blok utama dengan fungsi yang lebih terarah:
1. Blok Perlindungan untuk melindungi flora dan fauna dari berbagai gangguan.
2. Blok Pemanfaatan untuk wisata alam, pengembangan, dan aktivitas budidaya ramah lingkungan.
3. Blok Rehabilitasi memulihkan kawasan yang mengalami kerusakan ekosistem.
4. Blok Koleksi sebagai pusat konservasi plasma nutfah dan penangkaran satwa.
5. Blok Religi, Budaya, dan Sejarah melindungi area bernilai spiritual dan budaya masyarakat.
6. Blok Tradisional ruang bagi pemanfaatan tradisional masyarakat secara berkelanjutan.
7. Blok Khusus mencakup permukiman serta fasilitas strategis seperti jaringan telekomunikasi dan listrik.
Pembagian ini dinilai tidak hanya memperjelas batasan aktivitas, tetapi juga mempermudah pengawasan dan pengendalian di lapangan. Proses penataan dilakukan melalui analisis sensitivitas ekologi, inventarisasi kawasan, kajian literatur, hingga diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Kepala UPTD Pengelolaan Tahura Banten
Hudri,S.Hut, MSi, menambahkan bahwa masyarakat tetap ditempatkan sebagai mitra utama dalam menjaga kelestarian kawasan.
“Prinsip kami adalah pengelolaan yang inklusif. Masyarakat bukan hanya pengguna kawasan, tetapi juga mitra dalam penjagaan kelestarian,” jelasnya.
Blok pemanfaatan dan blok tradisional akan dimaksimalkan untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat, terutama sektor ekowisata, wisata budaya, serta pemanfaatan jasa lingkungan air. Meski begitu, DLHK memastikan seluruh pengembangan tetap berada dalam koridor konservasi.
Masih kata Hudri, Tahura bukan hanya ruang hijau, tetapi ruang edukasi dan ruang ekonomi yang berkelanjutan. Kita ingin masyarakat merasakan manfaat langsung tanpa mengorbankan kelestarian kawasan,” tambahnya.
Penataan ulang ini diharapkan menjadi fondasi bagi Tahura Banten untuk berkembang sebagai model pengelolaan kawasan konservasi yang kuat, produktif, dan berkelanjutan di tingkat nasional. Melalui penguatan tata kelola, Pemerintah Provinsi Banten optimistis Tahura Banten mampu melindungi keanekaragaman hayati sekaligus memberi nilai tambah bagi pembangunan daerah.(Adv)













