SketsaIndonesia.co.id, Kabupaten Serang – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Serang dibawah komando Plt Kepala Pelaksana Badan Ajat Sudrajat dan Sekretaris Badan Ade Ivan Munasyah terus berupaya meningkatkan kapasitas personel. Selain itu dipastikan personel BPBD standby selama 24 jam dan menangani kebencanaan secara optimal.
Plt Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Serang Ajat Sudrajat mengatakan baru baru ini personelnya telah turun untuk menangani bencana banjir di Padarincang dan Cinangka. Bahkan untuk pasca banjir BPBD sudah berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Banten dan BNPB. Dari BNPB menyarankan bahwa Kabupaten Serang yang semula status siaga agar ditingkatkan jadi tanggal darurat. “Karena kalau status siaga BNPB belum memprioritaskan bantuan, kalau sudah status tanggap darurat kemungkinan besar BNPB akan berikan bantuan terkait pasca bencana yang ada di Kabupaten Serang,” ujarnya.
Ia mengatakan oleh karena itu pihaknya segera menindaklanjuti saran BNPB tersebut dengan membuat status tanggap darurat. Untuk selanjutnya proses dibuat SK bupati, diajukan ke bupati untuk ditandatangani. “Bantuannya belum pasti apakah berupa material, pada dasarnya kita akan buat permohonan dulu pada BNPB dengan dasar bahwa Kabupaten Serang statusnya kita tingkatkan jadi tanggap darurat,” tuturnya.
Untuk kerusakannya sementara kata dia ada jalan dan bangunan. Hal tersebut yang akan dikoordinasikan dengan BNPB apakah bantuan yang diberikan berupa uang atau langsung material. “Titik yang terjadi musibah bencana ini ada beberapa titik cuma yang terbesar adalah di wilayah Padarincang dan Cinangka. Ini murni dari faktor cuaca yang masih diperkirakan sampai akhir Maret berdasarkan ramalan cuaca BMKG kita cuaca ekstrim sampai akhir Maret,” ucapnya.
Sekretaris BPBD Kabupaten Serang Ade Ivan Munasyah mengatakan pihaknya sudah melakukan asistensi dengan BPKAD, Bapperida dan TAPD terkait adanya Inpres nomor 1 tahun 2025 terkait efisiensi. Walau ada efisiensi, paling tidak seluruh kegiatan yang sudah direncanakan tetap berjalan. “Hanya dalam penggunaan anggaran saja yang diefisiensikan, contoh SPPD dan kegiatan sifatnya seremonial,” ujarnya.
Akan tetapi di BPBD tidak ada kegiatan seremonial, yang ingin terus dipertahankan untuk dilaksanakan hanya kaitan pemeliharaan kendaraan khusus penanganan. “Sudah disampaikan ke BPKAD insyallah (tetap dilakukan), karena beda pemeliharaannya dengan kendaraan lain, kaya damkar, semoga anggarannya tetap aman sesuai DPA yang kita terima,” ucapnya.
Karena memang kata dia yang namanya kebencanaan dan kebakaran tidak ada toleransi, tidak ada kesepakatan apa apa dengan alam. Sehingga paling tidak pemeliharaan kendaraan yang mendukung harus terus dilakukan.
Sementara untuk pengadaan tahun ini, kata Ade hanya seragam PDL, misalkan untuk damkar biru dan BPBD orange. Anggaran untuk hal tersebut masih terus diperjuangkan karena sangat dibutuhkan dan selama ini belum pernah mengadakan seragam. “Seragam saya perjuangkan karena untuk memotivasi personel kalau dari unsur pimpinan sampai bawahan mendapat seragam baru semoga itu ada nilai kebersamaan yang bisa didapatkan,” tuturnya.
Ade juga mengatakan bahwa damkar membutuhkan baju damkar untuk keselamatan saat menjalankan tugas. Sebab sampai saat ini damkar belum punya baju khusus, mengingat harganya yang mahal mencapai puluhan juta per orang. “Baju pemadam kebakaran itu tahan api, jaket tahan api bisa tahan panas dari luar, dia tinggal di basahi ke badan dingin terus, sepatu gak meleleh injek api, sarung tangan, helm juga sama, ada tabung gas segala macam untuk menyelamatkan orang di dalam, kita selama ini gak punya, modal nekat saja,” ucapnya.
Ia mengatakan tahun ini BPBD mengusulkan pengadaan baju damkar untuk lima orang, minimal bisa memenuhi untuk satu tim. Tim damkar sendiri ada tiga, dengan per tim ada 6-7 orang atau hampir 22 personel termasuk komandan regu.
Karena belum memiliki baju sesuai standar, tak jarang personel mengalami insiden saat menjalankan tugas. Diantaranya ada yang sempat pingsan hingga ada yang terkena pecahan kaca tangannya. “Belum lagi di industri ada konslet arus listrik kalau ceroboh ke setrum bisa mati. Risiko sangat tinggi,” tuturnya.
Selanjutnya, BPBD juga masih terus fokus meningkatkan kapasitas personel. Diantaranya dengan mengikuti pelatihan khususnya dari lembaga yang mengadakan paket gratis. “Kemarin juga ada pak Hasan dan Joni ikut zoom meeting lumayan untuk wawasan ilmu nanti ada sertifikatnya. Jadi kita itu saja kalau ajukan peningkatan kapasitas kita ajukan undang narsum dari Basarnas BNPB badan Diklat gak bisa karena anggaran itu, terpangkas efisiensi,” ujarnya.
Ade mengatakan total di BPBD ada 253 relawan. Jumlah tersebut belum ada rencana ditambah, karena masih harus terus diberdayakan agar bermanfaat bagi masyarakat. Diantaranya dengan ditingkatkan kapasitasnya.
Saat ini respon time BPBD 6,7 menit, yang dimaksud respon time adalah BPBD mengelola informasi yang didapat baik melalui WhatsApp maupun telfon. Ketika mendapat informasi langsung di komunikasikan dan dikoordinasikan dengan pihak pihak terkait dan dipastikan seperti apa gambaran kejadiannya, setelah itu baru dikirimkan personel untuk asesmen.
Ade mengatakan ada perbedaan mendasar antara penanganan kebencanan dan kebakaran. Apabila kebencanaan SOP nya perlu ada asesmen dengan menerjunkan 2-3 orang dulu ke lokasi untuk membaca situasi kondisi sebagai data sekaligus informasi awal untuk bahan rapat di BPBD. “Kejadian itu dari hasil asesmen kelihatan terdampak rumah sekian, kerusakan kecil, sedang, berat, ada kaban jiwa, pengungsi perlu evakuasi, itu hal hal yang harus dilakukan. Baru tindak lanjut selanjutnya dari hasil asesmen.
Logistiknya apa yang ada, kebutuhan disana apa saja, siapkan sekian sesuai jumlah masyarakat terdampak, baru dikirim. Kalau penanganan kebakaran mah gak ada assesmen langsung tangani,” tuturnya.
Sebagai garda terdepan penanganan kebencanan dan kebakaran, personel BPBD dan damkar harus standby 24 jam. Oleh karena itu setiap apel pagi selalu disampaikan agar Danru dan Danton selalu menyiapkan anggotanya. “Jangan sampai pada saat dibutuhkan penanganan kita harus cari cari dulu orang, padahal orangnya banyak,” ucapnya.
Tak main main, pihak BPBD melakukan evaluasi serius pada relawan yang ada. Hasilnya pada tahun ini ada enam orang yang tak diperpanjang, karena setelah dievaluasi sejak September – Desember tidak ada perubahan kinerja. “Jadi tidak diperpanjang di Januari enam orang, itu bukti saya agar jangan mubazir honor yang dibayarkan,” katanya.
Para relawan BPDB yang merupakan non ASN tersebut sudah tercatat di data BKN untuk diusulkan ikut seleksi PPPK. Namun karena tak ada perbaikan kinerja sudah dicoret oleh BKPSDM dari data. “Jadi semua terlibat terhadap keberadaan non ASN di kita, artinya mereka punya kewenangan sesuai tusi, BPKAD kaitan honornya, BKPSDM data non ASN sudah diusulkan ke database agar bisa ikut seleksi PPPK, pembinaan di internal kita dengan dipantau absensi kehadiran, dan apel,” ucapnya.
Ia mengatakan keberadaan personel tersebut menjadi pertimbangan dalam kesiapan menghadapi bencana dan kebakaran. Kesiapan tersebut menjadi komitmen dari para personel BPBD. “Saya tiap apel mengatakan Kabid, Kasubid dipantau personel nya, untuk piket siapa saja, biasanya ada tiga tim yakni piket, siaga, lepas, bisa saling backup. 24 jam kita siap, saya Sabtu Minggu juga terima laporan koordinasi komunikasi, gak pernah gak angkat dari kantor, personel, warga, makanya BPBD 24 jam. Ada kejadian langsung lapor ke Pusdalops agar ditindaklanjuti komunikasi kan koordinasi ke desa Polsek Koramil pastikan benar kejadiannya, kalau benar itu respon time terus kirim orang ke lokasi untuk pastikan,” tuturnya.
Setiap kali melakukan asesmen akan ditandatangani oleh pihak Polres, Polsek, Koramil dan desa sebagai bentuk pertanggungjawaban LHP. “Jadi kita harus siap, kita gak ada libur ada piket, siaga dan lepas, kaya di kedaruratan saja ada humasnya, TRC,” ucapnya.
Ade mengatakan bencana yang terjadi belakangan ini masih dialami di beberapa titik yang selama ini sering terjadi atau belum ada titik baru. Hanya saja dampak dari bencana tersebut meluas. Misalkan longsor yang membuat tanah ikut ketarik, akhirnya menutupi jalan.
Pihaknya pun sudah langsung berkoordinasi dengan seluruh OPD mitra, seperti DPUPR, DPRKP, Basarnas, Balai Besar. Diantaranya BPBD membutuhkan eskapator untuk menangani longsor, dan langsung mendapat bantuan dari balai besar.
Perlu ditegaskan kembali bahwa tugas pertama dari BPBD dalam hal kebencanan adalah sebagai koordinator. Mengingat kepala BPBD ex officio nya adalah sekda. Fungsi kedua apabila sudah ditetapkan kondisi status siaga, tanggal darurat dan membangun pos komando yang ditetapkan, kemudian bupati menunjuk siapa komando accidentnya. Ketiga barulah fungsi penanganan. “Jadi fungsi utamanya bagaimana membangun komunikasi efektif agar tidak ada benturan,” tuturnya.
Selanjutnya, BPBD Kabupaten Serang juga tahun ini berharap mengaktifkan kembali desa tangguh bencana (destana). Karena keberadaan destana sangat membantu dalam hal respon time. “Karena mereka yang tinggal di titik terjadi bencana, apabila terjadi bencana dia bisa langsung laporan, ambil tindakan untuk penyelamatan.Kalau di berdayakan efektif, sekarang belum (berdayakan),” ucapnya.
Hingga saat ini total sudah ada lebih dari 40 destana yang terbentuk, terbaru ada 6 yang dibentuk. Tiap tahun selalu ada penambahan destana.
Untuk bencana di Padarincang dan Cinangka baru baru ini, secara keseluruhan sudah tertangani. Hanya tinggal proses pemulihan dan pasca bencana yang terus dilakukan. Misalkan kerusakan rumah warga terdampak ada yang skala kecil dan sedang telah ditindaklanjuti bidang RR bersama DPRKP. “Sudah dilihat mana yang masuk kategori Rutilahu yang terdampak, juga yang kena angin puting beliung, banjir itu didata dengan perkim nanti masuk rutilahu perkim tapi di luar yang terencana masuk terdampak bencana,” ucapnya. (Adv)